Dalam media briefing ASEAN Summit di Bali pada 27 Maret 2023, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo menyoroti aset kripto. Ia mengungkapkan bahwa manfaat dan risiko kripto menjadi salah satu pembahasan dalam acara ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors (AFMGM) pada 28-31 Maret 2023.
Menurut Dody, Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023 akan fokus pada isu pemulihan ekonomi, ekonomi digital, serta ekonomi berkelanjutan. Dalam hal ini, keberadaan kripto dapat menjadi cross dengan isu digital yang memiliki risiko terhadap perekonomian.
Penerbitan Central Bank Digital Currency (CBDC)
Risiko dalam transaksi kripto juga akan sama dengan penerbitan CDBC. Mata uang digital ini diterbitkan oleh bank sentral dan akan berpengaruh ke aliran modal. Volatilitasnya jadi lebih cepat sehingga berpotensi menghadirkan gejolak yang lebih besar.
Oleh karena itu, bank sentral harus melihat lebih lanjut terkait dampak dari aset kripto maupun CBDC ke terhadap ekonomi makro kedepannya. Bukan hanya lingkup regional ASEAN, namun juga seluruh negara yang ada di dunia.
“Jika volatilitasnya tinggi, maka akan sulit untuk mengontrol perdagangan. Alhasil, bisa terjadi inflasi” jelas Dody.
Masalah Kesenjangan Data
Salah satu hal tersulit saat mengawasi transaksi kripto dan CBDC yaitu kesenjangan data. Hal ini terjadi karena aset kripto tidak diawasi langsung oleh bank sentral, berbeda dengan CDBC yang berada dalam pengawasan penuh.
Jika kesenjangan data (data gap) muncul, maka akan menyulitkan otoritas. Oleh karena itu, memitigasi kedua jenis transaksi tersebut akan menjadi tantangan,” tambah Dody.
Setiap negara ASEAN memiliki pemahaman terkait impact dari kripto yang harus diantisipasi. Sementara itu, Bank for International Settlements (BIS) memiliki aturan untuk kripto dan akan menjadi referensi bagi masing-masing negara.
Baca Juga: Bank Indonesia Terbitkan White Paper “Rupiah Digital (CBDC)”