Pada 4 Januari, Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Indonesia (Bappebti), Didid Noordiatmoko, menyatakan bahwa bursa kripto harus ada tahun ini. Langkah tersebut merupakan bagian dari reformasi keuangan yang telah diluncurkan pada bulan Desember 2022.
DPR RI telah mengesahkan RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) pada 15 Desember lalu. RUU tersebut kemudian menjadi acuan hukum utama dalam sektor jasa keuangan. Salah satu ketetapannya adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengambil alih pengawasan kripto dari Bappebti selama dua tahun ke depan.
Untuk menanggapi pengalihan kewenangan tersebut, Suminto Sastrosuwito, Kepala Bidang Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan menyatakan:
“Faktanya, aset kripto telah menjadi instrumen investasi dan keuangan. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan yang setara dengan instrumen keuangan dan investasi lainnya.”
Indonesia memberlakukan larangan pembayaran kripto mulai tahun 2017, sementara perdagangan aset digital lainnya sebagian besar masih legal. Pada awal bulan Januari, Noordiatmoko mengungkapkan bahwa nilai transaksi kripto berkurang setengahnya pada tahun 2022, yaitu dari 859,4 triliun rupiah ($55 juta) menjadi 296,66 triliun ($19 juta).
Pada bulan Desember, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengumumkan perilisan mata uang rupiah digital (CBDC).
Baca Juga: OJK Awasi Aset Kripto dan Tambah Dewan Komisioner