Dalam kunjungannya ke Sri Lanka baru-baru ini, miliarder Amerika Serikat, Tim Draper, menawarkan gagasan untuk mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah demi memberantas korupsi di negara tersebut.
Gagasan itu ia sampaikan saat bertemu dengan Presiden Ranil Wickremesinghe dan Weerasinghe di sela-sela syuting TV. Draper menunjukkan keprihatinan terhadap masalah ekonomi yang sedang terjadi di Sri Lanka:
“Pernahkah Anda melihat Sri Lanka di berita? Negara ini dikenal sebagai ibukota korupsi. Sebuah negara dengan angka korupsi yang tinggi dapat mengatasinya dengan adopsi Bitcoin.”
Namun, saat ia merekomendasikan penggunaan “mata uang terdesentralisasi” kepada kepala bank sentral Sri Lanka, ia justru menerima jawaban singkat “kami tidak menerima”. Weerasinghe lebih lanjut menyatakan:
“Adopsi 100% Bitcoin tidak akan pernah terjadi di Sri Lanka.”
Sebaliknya, Weerasinghe percaya bahwa memiliki mata uang fiat Sri Lanka sangat penting untuk kemandirian kebijakan moneter, memastikan inklusi yang efisien, dan menyalurkan pembayaran tunjangan elektronik.
“Kami tidak ingin memperburuk krisis ekonomi dengan memperkenalkan Bitcoin,” jelas Weerasinghe.
MicroStrategy Tetap Tawarkan Layanan Trading BTC
MicroStrategy, sebuah perusahaan analisis perangkat lunak berbagi rencana untuk terus menawarkan layanan trading BTC meskipun mengalami kerugian sebesar $1,3 miliar pada tahun 2022.
Pada 2 Februari, chief financial officer MicroStrategy, Andrew Kang, mengatakan:
“Kami dapat mempertimbangkan untuk melakukan transaksi tambahan dengan memanfaatkan volatilitas harga Bitcoin, atau dislokasi pasar lainnya yang konsisten dengan strategi Bitcoin jangka panjang.”
Menurut Kang, MicroStrategy memiliki 132.500 BTC (senilai $1,84 miliar) pada 31 Desember 2022. Dari jumlah tersebut, 14,890 BTC milik bisnis dan sisanya oleh anak perusahaannya, MacroStrategy.
Baca Juga: The Fed Umumkan ‘Disinflasi,’ Harga Bitcoin Tembus $24.000