Pada umumnya, harga crypto selalu mengalami perubahan, baik naik maupun turun. Oleh karena itu, mata uang digital ini termasuk dalam aset yang high risk (beresiko tinggi). Namun, ada crypto yang dibuat khusus untuk menangani hal tersebut, yaitu stablecoin.
Definisi Stablecoin
Stablecoin berasal dari dua kata, yaitu Stable dan Coin. Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia adalah koin yang stabil. Arti kata stabil bukan karena harganya yang tetap, melainkan nilainya selalu memiliki perbandingan 1:1 dengan aset lain yang mendasarinya.
Dengan demikian, stablecoin adalah aset crypto yang berdasarkan aset lainnya. Stablecoin terbagi menjadi 3 jenis, yaitu mata uang crypto, mata uang fiat, dan algoritma.
Manfaat Stablecoin
Stablecoin bermanfaat untuk menahan volatilitas yang tidak dimiliki oleh crypto jenis lain, misalnya Ethereum atau Bitcoin. Aset ini mampu memberikan aksesibilitas dan mobilitas yang terdesentralisasi atau tidak terikat dengan aturan apapun.
Jenis-Jenis Stablecoin
- Mata uang crypto
Stablecoin jenis ini menggunakan crypto sebagai acuan. Sistemnya jauh lebih terdesentralisasi karena semuanya menggunakan jaringan blockchain. Adapun contoh dari stablecoin mata uang crypto adalah WBTC.
WBTC merupakan token ERC-20 yang nilainya berdasarkan nilai Bitcoin. Umumnya, WBTC menggunakan Bitcoin sebagai jaminan untuk protokol-protokol Defi yang bekerja pada jaringan Ethereum.
- Mata uang fiat
USDT atau USD Tether merupakan aset pertama yang menggunakan uang fiat. Artinya, aset crypto tersebut menggunakan dollar Amerika sebagai nilai yang mendasarinya.
Untuk menerbitkan aset seperti itu, perusahaan wajib memiliki rekening yang berisi uang fiat dengan jumlah token atau koin yang sepadan. Misalnya, jika 200 ribu dolar AS yang ada di rekening, maka akan ada 200 ribu Tether pada blockchain.
Penggunaan uang fiat ini biasanya lebih stabil dan volatilitasnya tidak terlalu besar. Hal ini karena mata uang fiat menjadi acuan pemerintah, meskipun crypto juga tetap bekerja pada jaringan blockchain yang transparan dan terdesentralisasi.
- Algoritma
Stablecoin jenis algoritma tergolong masih baru dan jarang. Pembuatan stablecoin ini bertujuan untuk mencapai stabilitas harga dan menyeimbangkan pasokan aset yang beredar dengan aset cadangan. Aset cadangan dapat berupa emas, dolar AS, dan mata uang asing lainnya.
Stablecoin jenis ini menggunakan algoritma untuk mengeluarkan lebih banyak koin saat harga naik, lalu membeli koin saat harga turun. Jadi, stablecoin bekerja tergantung kondisi.
Contoh Stablecoin
- Tether (USDT)
Salah satu stablecoin tertua yaitu Tether (USDT) buatan Tether LTD pada tahun 2014. Meskipun sudah lama, namun Tether (USDT) masih tetap populer hingga sekarang. Selain itu, juga termasuk dalam salah satu mata uang crypto yang paling berharga secara keseluruhan berdasarkan kapitalisasi pasar.
- DAI
DAI muncul pada tahun 2015 yang bekerja pada blockchain Ethereum dengan protokol MakerDAO. Stablecoin ini dipatok ke dollar AS dengan dukungan eter, yang merupakan token Ethereum.
Berbeda dengan stablecoin lainnya, MakerDAO bertujuan agar DAI terdesentralisasi. Artinya, tidak ada pihak ketiga atau otoritas pusat yang akan mengontrol sistem. Dengan demikian, penggunaan DAI akan lebih transparan.
Namun, masih terdapat kendala dari MakerDao yaitu smart contract tidak bekerja sesuai dengan target sebelumnya. Hal ini menyebabkan kerugian sebesar $8 juta.
- USD Coin
USD Coin merupakan stablecoin yang muncul pada tahun 2018. Stablecoin ini merupakan buatan perusahaan cryptocurrency Circle yang bekerja sama dengan Coinbase melalui Center Consortium.
USD Coin memiliki pasokan yang beredar hampir mencapai $26 miliar. Dalam presentasi investor baru-baru ini, Circle menyatakan bahwa pihaknya mengantisipasi pasokan yang akan mencapai $190 miliar pada tahun 2023.